Jawaban Soal 1

Nesti Setya Daningrum (A1B109004)
Roby Hidayat (A1B109217)
Sulvina Hayati (A1B112204)
Ulfiana Gita safiitri (A1B112222)
Ardhi Wijayansyah (A1B112231)
Linda Yulia (A1B112223)
Muhammad Masdoni (A1B112209)
Abdullah Sulikin (A1B112203)



Jawaban Soal Tugas di Blog


a. Bahasa sebagai sistem
Dalam kaitan keilmuan, sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna/berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur/komponen yang satu dengan lainnya berhubungan secara fungsional.
Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis yaitu bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Dan secara sistemis yaitu bahasa bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-subsistem atau sistem bawahan.
Kajian linguistik dibagi menjadi beberapa tataran yaitu tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik dan tataran leksikon. Tataran morfologi sering digabung dengan tataran sintaksis menjadi yang disebut tataran gramatika atau tataran bahasa
b.      Bahasa sebagai lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol. Lambang dengan pelbagai seluk beluknya dikaji orang dalam kegiatan ilmiah dalam bidang kajian yang disebut ilmu semiatika/semiologi yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia termasuk bahasa.
Beberapa jenis tanda yaitu tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon.
Tanda, selain dipakai sebagai istilah generik dari semua yang termasuk kajian semiotika juga sebagai salah satu dari unsur spesifik kajian. Semiotika itu suatu atau sesuatu yang dapat menandai atau mewakili ide, pikiran, perasaan, benda dan tindakan secara langsung dan alamiah.
Berbeda dengan tanda, lambang atau simbol tidak bersifat langsung dan alamiah. Lambang menandai sesuatu yang lain secara konvensional tidak secara alamiah dan langsung. Yang penting yang harus anda pahami bahwa bahasa adalah suatu sistem lambang dalam wujud bunyi bahasa, bukan dalam wujud yang lain.
c.       Bahasa adalah bunyi
Bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Bunyi bahasa/bunyi ajaran (speech sound) adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai “fon” dan di dalam fonemik sebagai “fonem”.
Hakikat bahasa adalah bunyi atau bahasa lisan, dapat kita saksikan sampai kini banyak sekali bahasa di dunia ini, termasuk di Indonesia, yang hanya punya bahasa lisan, tidak punya bahasa tulisan, karena bahasa-bahasa tersebut tidak atau belum mengenal sistem aksara.
d.      Bahasa itu bermakna
Dari pasal-pasal terdahulu sudah dibicarakan bahwa bahasa itu adalah sistem lambang yang berwujud bunyi, atau bunyi ujar. Sebagai lambang tentu ada yang dilambangkan, maka yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna.
e.       Bahasa itu arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
f.       Bahasa itu konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya semua anggota masyarakat bahasa ini mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
Berbeda dengan kata yang merupakan lambang “siap pakai”, artinya sudah ada tanpa harus diciptakan dulu, makna istilah merupakan lambang “yang dibuat” untuk menampung konsep yang ada tetapi belum ada lambangnya, seperti pada contoh curat dan gasar di atas. Sebuah istilah yang dibuat, tentu dimaksudkan untuk melambangkan suatu konsep, bisa digunakan atau tidak digunakan dalam pertuturan tergantung dari keperluan penggunaannya, bukan dari kepatuhan atau tidak terhadap konvensinya.
g.      Bahasa itu produktif
Kata produktif adalah bentuk afektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah “banyak hasilnya” atau lebih tepat “terus menerus menghasilkan”. Lalu, kalau bahasa itu dikatakan produktif, maka maksudnya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuansatuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu.
Keproduktifan bahasa memang ada batasnya. Dalam hal ini dapat dibedakan adanya dua macam keterbatasan yaitu keterbatasan pada tingkat parole dan keterbatasan pada tingkat langue. Katerbatasan pada tingkat parole adalah pada ketidaklaziman atau kebelumlaziman bentuk-bentuk yang dihasilkan.
Selain itu keproduktifan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dengan afiks-afiks tertentu tampaknya juga dibatasi oleh ciri-ciri inheren bentuk dasarnya, yang sejauh ini belum dikaji orang.
h.      Bahasa itu unik
Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Lalu, kalau bahasa dikatakan berifat unik, maka artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat atau sistem-sistem lainnya. Salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis melainkan sintaksis. Maksudnya kalau pada kata tertentu di dalam kalimat kita berikan tekanan, maka makna kata itu tetap, yang berubah adalah makna keseluruhan kalimat.
i.        Bahasa itu universal
Selain bersifat unik yakni mempunyai sifat atau ciri masing-masing, bahasa juga bersifat universa. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri-ciri yang universal ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain.
Karena bahasa itu bersifat ujaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa, bukanlah persoalan keuniversalan.
j.        Bahasa itu dinamis
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai dengan bahasa. Malah dalam bermimpipun manusia menggunakan bahasa. Karena keterikatan dan keterkaitan manusia itu dengan bahasa, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Karena itulah bahasa itu disebut dinamis.
Perubahan dalam bahasa, dapat juga bukan terjadi berupa pengembangnan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat bahasa yang bersangkutan. Berbagai alasan sosial dan politis menyebabkan banyak orang meninggalkan bahasanya atau tidak lagi menggunakan bahasanya lalu menggunakan bahasa lain. Di Indonesia, kabarnya telah banyak bahasa daerah yang ditinggalkan para penuturnya terutama dengan alasan sosial. Jika ini terjadi terus-menerus, maka pada suatu saat kelak banyak bahasa daerah yang hanya ada dalam dokumentasi belaka, karena tidak ada lagi penuturnya.
k.      Bahasa itu bervariasi
Mengenai variasi bahasa ini, ada tiga istilah yang perlu diketahui, yaitu idialek, dialek, dan ragam.
Idialek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang tentu mempunyai ciri khas bahasanya masing-masing.
Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.
Ragam adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal digunakan ragam baku atau ragam standar, untuk situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak baku atau ragam nonstandar.
l.        Bahasa itu manusiawi
Kalau kita menyimak kembali ciri-ciri bahasa, bahwa bahasa itu adalah sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, bersifat arbitrer, bermakna, dan produktif, maka dapat dikatakan bahwa binatang tidak mempunyai bahasa. Bahwa binatang dapat berkomunikasi dengan sesama jenisnya, bahkan juga dengan manusia adalah memang suatu kenyataan.
LANGUE DAN PAROLE
Langue Merupakan sebagai objek sosial yang murni dan dengan demikian keberadaannya diluar individu, sebagai seperangkat konvensi-konvensi sistemik yang berperan penting dalam berkomunikasi. Langue merupakan sistem yang otonom, yang tidak bergantung kepada materi tanda-tanda pembentuknya.
                                                                                                 Sedangkan paraole berkebalikan dengan langue, yaitu merupakan bagian dari bahasa yang sepenuhnya individual. Pareole dapat dipandang, pertama-tama, sebagai kombinasi yang memungkinkan subjek (penutur) sanggup menggunakan kode bahasa untuk mengungkapkan pribadinya.
Istilah struktur memang seringkali dikaitkan dengan sistem. Seringkali pula dikatakan bahwa struktur dan sistem seperti dua sisi sebuah mata uang. Maka itu, dalam memahami strukturalisme, sistem/langue dan struktur/parole harus dipahami benar agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan analisis yang menggunakan teori strukturalisme. Dengan memahami struktur dan sistem serta langue dan parole, maka   dapat mengkaji dengan lebih baik gejala adopsi unsur budaya.
Trio langage-langue-parole digunakan Saussure untuk menegaskan objek linguistik. Fenomena bahasa secara umum disebutnya langage, sedangkan langue dan parole merupakan bagian dari langage. Parole adalah manifestasi individu dengan bahasa yang mengindividukan makna; sedangkan langue adalah langage dikurangi parole, yakni bahasa dalam proses sosial. Saussure dalam hal ini lebih menitikberatkan studi linguistik pada langue. (Saussure, 1988:75)
Pandangan ini juga dikuatkan oleh Robins, dalam konseptualisasi antitesis Saussure; langue “struktur leksikal, gramatikal dan fonologis” bahasa yang tertanam dalam pikiran atau otak penutur bahasa; langue adalah hasil kolektif masyarakat bahasa dan digambarkan sebagai  kesatuan di luar individu dan parole “apa yang sebenarnya diucapkan" oleh penutur bahasa. (Robins, 1989: 45).
Akan tetapi sedikit berbeda dengan konseptualisasi Saussure, Chomsky membuat distingsi dengan membagi competence dan performance. Meski berbeda istilah namun secara konsep sebenarnya similar. Competence "what a speaker intuitively knows about his language" dan performance "what he does when he actually uses his language (dalam Robins, 1989:45)." Konsep Competence-nya Chomsky tidak jauh berbeda dengan langue-nya Sauusure begitu pula performence tidak lain adalah parole.
Langue merupakan bahasa sebagai objek sosial yang murni dan dengan demikian keberadaannya diluar indifidu, sebagai seperangkat konvensi-konvensi sistemik yang berperan penting dalam komunikasi. Langue merupakan sistem sosial yang otonom, yang tidak bergantung kepada materi-tanda-tanda pembentuknya. Sebagai sebuah institusi sosial, langue bukan sama sekali sebuah tindakan dan tidak bisa pula dirancang atau diciptakan atau diubah secara pribadi, karena pada hakikatnya langue merupakan kontrak kolektif yang sungguh-sungguh harus dipatuhi bila kita ingin berkomunikasi, singkat kata langue adalah bahasa dalam wujudnya sebagai suatu sistem.
Disamping sebagai sebuah institusi sosial, langue juga sekaligus merupakan sistem nilai. Bila sebagai suatu sistem sosial, langue pada dasarnya merupakan kontrak kolektif yang harus diterima secara menyeluruh bila kita hendak berkomunikasi. Karena demikian, langue tersusun atas sejumlah elemen yang sekaligus ekuivalen dari kuantitas benda-benda dan terma-terma yang berfungsi lebih luas didalam sebuah tatanan referenssial. Dipandang dari sisi ini, sebuah tanda dapat diumpamakan seperti keping uang logam (koin) yang bernilai sejumlah barang tertentu-sehingga dengan demikian dapat dibelanjakan- tetapi juga memiliki nilai dalam kaitannya dengan koin-koin yang lain.
Berkebalikan dengan langue, pareole merupakan bagian dari bahasa yang sepenuhnya individual. Parole dapat dipandang, pertama-tama, sebagai kombinasi yang memungkinkan subjek (penutur) sanggup menggunakan kode bahasa untuk mengungkapkan pikiran pribadinya. Disamping itu, ia juga dapat dipandang sebagai mekanisme psiko-fisik yang memungkinkan subjek menampilkan kombinasi tadi. Aspek kombinatif ini mengimplikasikan bahwa parole tersusun dari tanda-tanda yang identik dan senantiasa berulang. Karena merupakan aktivitas kombinatif maka parole terkait dengan penggunaan indifidu dan bukan semata-mata bentuk kreasi. Singkatnya, parole merupakan penggunaan aktual bahasa sebagai tindakan individu-individu.
Langue adalah cabang linguistik yang menaruh perhatian pada tanda-tanda (sign) bahasa atau ada pula yang menyebutnya sebagai kode-kode (code) bahasa. Termasuk dalam tanda bahasa atau kode ini adalah apa yang oleh para ahli disebut fonem, yaitu satuan bunyi terkecil yang berfungsi untuk membedakan arti. Misalnya dalam bahasa Arab dikenal kata “ ولد “ yang artinya berbeda dengan kata “ بلد “, karena yang diletakkan di awal kata adalah fonem /  وَ / dan bukan fonem /  بَ /. Selain itu, termasuk dalam tanda bahasa juga apa yang disebut dengan morfem, yaitu satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil.
Begitulah, kalau langue mempunyai objek studi sistem atau tanda atau kode, maka parole adalah living speech, yaitu bahasa yang hidup atau bahasa sebagaimana terlihat dalam penggunaannya. Kalau langue bersifat kolektif dan pemakaiannya “tidak disadari” oleh pengguna bahasa yang bersangkutan, maka parole lebih memperhatikan faktor pribadi pengguna bahasa. Kalau unit dasar langue adalah kata, maka unit dasar parole adalah kalimat. Kalau langue bersifat sinkronik dalam arti tanda atau kode itu dianggap baku sehingga mudah disusun sebagai suatu sistem, maka parole boleh dianggap bersifat diakronik dalam arti sangat terikat oleh dimensi waktu saat terjadi pembicaraan. Keterikatan dengan dimensi waktu berhubungan pula dengan persoalan arti. Misalnya dalam pembicaraan sehari-hari, meskipun kalimat disusun berdasarkan gramatika, tetapi arti kalimat itu sendiri timbul karena pendengar juga melihat mimik pembicara yang tidak dapat dilepaskan dari kebudayaannya.
Umpamanya, seperti contoh berikut. Dua orang ibu Jawa berjalan bersama, sepulang arisan. Seorang ibu yang kebetulan letak rumahnya lebih dekat dan tiba lebih dahulu, berkata “mari mampir”. Dalam kondisi seperti ini, ibu kedua menjawab, “terima kasih, lain kali”. Apa yang hendak diperlihatkan di sini adalah “mari mampir” sebenarnya tidak menyilakan singgah seperti yang diperlihatkan oleh sistem gramatikanya, tetapi sesuai dengan pengguna bahasa tersebut, kalimat itu hanya berarti basa-basi pergaulan saja. Makna kalimat menurut pengertian seperti yang dicontohkan terakhir inilah yang menjadi perhatian dari parole. Berkenaan dengan istilah langue dan parole ini, dapat dijelaskan secara lebih sederhana, langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat sosial budaya, sedangkan parole merupakan ekspresi bahasa pada tingkat individu”.
Menurut Saussure, langue bukanlah kegiatan penutur, langue merupakan produk yang direkam individu secara pasif. Sebaliknya, parole adalah suatu tindakan individual dari kemauan dan kecerdasannya. Langue adalah suatu benda tertentu di dalam kumpulan heteroklit peristiwa-peristiwa langage. Dia adalah bagian sosial dari langage, berada di luar individu, yang secara mandiri tidak mungkin menciptakan maupun mengubahnya. Langue hanya hadir sebagai hasil semacam kontrak di masa lalu di antara para anggota masyarakat.
Pembagian tersebut kemudian dengan sendirinya memunculkan sestem pertalian yang tidak dapat terlepas lagi antara individu sebagai pihak pengujar dan bahasa sebagai tempat bersemayamnya jutaan tanda yang siap diambil oleh individu dalam berkomunikasi, sehingga kemudian Saussure menyebutnya dengan sistem arbitrary bahasa (kesewenang-wenangan bahasa), yakni keadaan dimana bahasa menjadi hakim bagi tiap-tiap individu yang akan mewajibkan kepada siapa saja yang akan berkomunikasi untuk memilih salah satu diantaranya sebagai tanda yang mewakili pikirannya, dan tidak ada pilihan lain selain tanda-tanda tersebut. Kenapa demikian? Karena bahasa tersusun secara mandiri oleh kesepakatan umum, dan tidak akan menjadi bahasa, segala sesuatu yang belum pernah tersepakati. Tidak mungkin seseorang yang akan menyebut sesuatu yang manis, bulat, berwarna merah, serta enak rasanya, yang oleh khalayak biasa disebut apel dengan sebutan ipul. Begitu juga sebaliknya, tiap-tiap individu berkesempatan bebas untuk memakai tanda-tanda yang sudah tersepakati tersebut untuk menjadi sebuah bentuk ujaran yang akan menandai tiap-tiap impresi mentalnya ketika sedang berkomunikasi. Andaikan saja bahawa bahasa itu sebagai sebuah kamus raksasa dalam otak tiap-tiap individu yang didalamnya terdapat jutaan kata-kata, siapapun bebas memilih kata apa saja, yang penting masih dalam kamus raksasa tersebut.
Sesuatu yang menarik adalah dapat dipahaminya tiap-tiap tanda yang ada dalam sistem kebahasaan tersebut, siapapun orangnya akan memahami tanda-tanda yang telah tersepakati tersebut, namun apa sebenarnya yang menjadikan tanda tersebut dapat terpahami? Saussur mendapati bahwa tanda-tanda tersebut dapat dipahami karena keberbedaan tiap-tiap tanda tersebut, seandainya tanda-tanda tersebut tidak berbeda makan akan individu akan susah memahaminya. Hal ini yang kemudian oleh Saussur disebut dengan hukum keberbedaan tanda, dimana sistem operasi bahasa tersusun secara sistematis dan tidak centang perenang karena keberbedaan tiap-tiap tanda yang tersususun di dalamnya.
Pertalian antara pengucap dengan bahasa yang dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan pesan dalam otaknya, dalam wacana Barthesian, sering di sebut dengan ungkapan dan referent-nya. Yakni hubungan tanda-tanda yang digunakan oleh pengucap untuk menandai sesuatu dalam impresi mental atau sesuatu itu sendiri dalam realitanya, seperti dalam Semiologi menurut Roland Barthes, Pustaka pelajar, juli 2000.
Pengertian Kompetensi
Kompetensi mengandung pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu (Rustyah, 1982). Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan latihan (Herry, 1998). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.

Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa (2004: 38) bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas - tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
Sedangkan menurut Broke dan Stone (Uzer Usman, 2007:14) kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.

Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1 (10), “Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan”.
Pengertian performansi
Performansi adalah cacatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. (Bernandin & Russell). Sedangkan yang dimaksud dengan penilaian performansi adalah suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya. (Kae E. Chung & Leon C. Megginson).
Tujuan dari penilaian performansi terbagi atas dua macam, yakni :
  • Untuk me-reward performansi sebelumnya, dan
  • Untuk memotivasikan perbaikan performansi pada yang waktu yang akan datang.
                                                                                                 Ada 2 syarat utama yang diperlukan untuk melakukan penilaian performansi yang efektif, yaitu:
  • Adanya kriteria performansi yang dapat diukur secara objektif,
  • Adanya objektifitas dalam proses evaluasi.
Struktur Dalam dan Struktur Luar
  • Struktur Dalam
Struktur Dalam merupakan struktur yang dianggap mendasari kalimat dan mengandung semua informasi yang diperlukan untuk interpretasi sintaksis dan semantiknya.
·      Struktur Luar
Struktur luar adalah struktur yang tampak dalam tuturan nyata yang menggambarkan urutan bunyi, kata, frasa, kalimat.

Keterkaitan dikotominya
Struktur Dalam dan Struktur Luar ditinjau dari dikotomi adalah struktur dalam merupakan dasar pembentukan kalimat yang berisi segala aspek informasi sedang kan struktur luarlah yang merelasiasikannya berupa bunyi,frasa dan kalimat.



LINGUISTIK & SUBDISIPLINNYA

1. Linguistik Dilihat dari Pembidangnya
ü  . Linguistik Umum
                   Linguistik umum merumuskan bahasa manusia yang bersifat alamiah dengan memberikan gambaran secara umum tentang bahasa sehingga menghasilkan teori bahasa secara umum.

ü  . Linguistik Terapan
                   Linguistik terapan merupakan ilmu yang berusaha menerapkan hasil penelitian dalam bidang linguistik untuk keperluan praktis, alat pemecah permasalahan yang berkaitan dengan kebahasaan. Misalnya, linguistik diterapkan untuk penyusunan kamus, pengajaran bahasa, dan pembinaan bahasa.

2. Linguistik Dilihat dari Sifat Telaahnya
ü Linguistik Mikro
                   Linguistik mikro memiliki sifat yang lebih sempit. Bahasa dipandang sebagai bahasa karena lebih mengacu pada struktur internalnya. Misalnya fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Melihat bahasa sebagai bahasa itu sendiri.

ü Linguistik Makro
                   Linguistik makro memiliki sifat yang lebih luas daripada linguistik mikro. Kajiannya mengacu pada struktur eksternal bahasa. Bahasa digunakan untuk melihat bahasa dengan sudut pandang dari luar atau faktor-faktor dari luar kebahasaan. Misalnya, sosiolinguistik, antropolinguistik, psikolinguistik, dan neurolinguistik. (Melihat bahasa pada bidang lain).

3. Linguistik Dilihat dari Pendekatan Objeknya
ü  . Linguistik Deskriptif
                   Linguistik deskriptif melihat dan menggambarkan bahasa dengan apa adanya. Hanya satu bahasa, misalnya bahasa Banjar.

ü  Linguistik Historis Komparatif
                             Linguistik historis komparatif membandingkan dua bahasa atau lebih pada periode waktu yang berbeda. Kajian ini dilakukan untuk menemukan titik persamaan dan perbedaan sehingga dapat menentukan kekerabatan bahasa. Misalnya, penelitian terhadap bahasa  Atinggola, dan Suwawa pada tahun 1960 dan 1990. (Membandingkan dua bahasa pada dua zaman).

ü  Linguistik Kontrastif
                             Linguistik kontrastif membandingkan bahasa-bahasa pada periode tertentu. Pada umumnya, linguistik kontrastif dilakukan untuk menemukan persamaan dan perbedaan bahasa, baik pada tingkat fonologis, morfologis, maupun sintaksis. Misalnya, penelitian terhadap bahasa Jawa, Madura, dan Sunda pada zaman kerajaan Majapahit. (Membandingkan dua bahasa pada satu zaman).

ü  Linguistik Sinkronis
                   Linguistik sinkronis menyelidiki bahasa pada waktu tertentu. Linguistik sinkronis tidak membandingkan bahasa dengan bahasa yang lain, dan juga tidak membandingkan periode waktunya dengan periode waktu yang lain. Sifatnya horizontal, mendatar. Misalnya, penelitian terhadap bahasa Gorontalo pada masa pendudukan Jepang.

ü  . Linguistik Diakronis
                   Linguistik diakronis menyelidiki perkembangan bahasa dari masa ke masa. Sifatnya vertikal. Misalnya, penelitian terhadap bahasa Gorontalo sejak mula adanya sampai sekarang.

4. Linguistik Dilihat dari Tautannya dengan Ilmu Lainnya
ü  . Psikologi
                             Psikologi dapat digunakan dalam ilmu kebahasaan untuk menganalisis pemerolehan bahasa yang diakibatkan oleh gangguan psikologis seseorang. Kombinasi psikologi dengan ilmu kebahasaan melahirkan psikolinguistik. Psikolinguistik menjadikan bahasa sebagai objeknya. Proses pemahaman, perkembangan pemerolehan, dan perubahan bahasa akibat latar belakang psikis itulah yang dianalisis psikolinguistik.

ü  Sosiologi
                             Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari sosial kemasyarakatan tertentu. Sosiologi dapat dimanfaatkan dalam ilmu kebahasaan sehingga lahirlah sosiolinguistik. Sosiolinguistik mempelajari hubungan antara aspek sosial dengan kegiatan berbahasa. Sosiolinguistik dapat digunakan untuk perencanaan bahasa maupun untuk penyelesaian konflik bahasa di daerah-daerah tertentu.

ü  Antropologi
                             Pemanfaatan antropologi dalam ilmu kebahasaan melahirkan antropolinguistik atau etnolinguistik. Antropolinguistik mempelajari hubungan antara bahasa, penggunaan bahasa, dan kebudayaan pada umumnya.


5. Linguistik Dilihat dari Penerapannya
ü  . Dialektologi
                             Dialektologi mempelajari serta membanding-bandingkan bahasa-bahasa yang serumpun untuk mencari persamaan dan perbedaannya. Dialektologi disebut pula variasi bahasa berdasarkan geografi.

ü  Leksikologi
                             Leksikologi adalah ilmu yang berkaitan dengan kosakata. Leksikologi digunakan untuk mempelajari munculnya kata pada suatu bahasa, perubahan makna akibat perubahan daerah pemakaian dan masa pemakaian, serta pemakaian kata-kata dalam kehidupan sehari-hari.
ü  Leksikostatistik
                    Leksikostatistik adalah ilmu yang mempelajari umur kata sejak mula adanya dengan menggunakan rumus-rumus statistik. Leksikostatistik dapat dimanfaatkan untuk menentukan bahasa induk atau bahasa proto.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar