Roby Hidayat (A1B109217)
Sulvina Hayati (A1B112204)
Ulfiana Gita safiitri (A1B112222)
Ardhi Wijayansyah (A1B112231)
Linda Yulia (A1B112223)
Muhammad Masdoni (A1B112209)
Abdullah Sulikin (A1B112203)
Jawaban Soal
Tugas di Blog
a. Bahasa sebagai sistem
Dalam kaitan
keilmuan, sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu
keseluruhan yang bermakna/berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah
unsur/komponen yang satu dengan lainnya berhubungan secara fungsional.
Sebagai
sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis yaitu bahasa itu
tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Dan secara sistemis
yaitu bahasa bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari
sub-subsistem atau sistem bawahan.
Kajian
linguistik dibagi menjadi beberapa tataran yaitu tataran fonologi, tataran
morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik dan tataran leksikon. Tataran
morfologi sering digabung dengan tataran sintaksis menjadi yang disebut tataran
gramatika atau tataran bahasa
b.
Bahasa sebagai lambang
Kata lambang
sering dipadankan dengan kata simbol. Lambang dengan pelbagai seluk beluknya
dikaji orang dalam kegiatan ilmiah dalam bidang kajian yang disebut ilmu
semiatika/semiologi yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam
kehidupan manusia termasuk bahasa.
Beberapa
jenis tanda yaitu tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala
(symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon.
Tanda,
selain dipakai sebagai istilah generik dari semua yang termasuk kajian
semiotika juga sebagai salah satu dari unsur spesifik kajian. Semiotika itu
suatu atau sesuatu yang dapat menandai atau mewakili ide, pikiran, perasaan,
benda dan tindakan secara langsung dan alamiah.
Berbeda
dengan tanda, lambang atau simbol tidak bersifat langsung dan alamiah. Lambang
menandai sesuatu yang lain secara konvensional tidak secara alamiah dan
langsung. Yang penting yang harus anda pahami bahwa bahasa adalah suatu sistem
lambang dalam wujud bunyi bahasa, bukan dalam wujud yang lain.
c.
Bahasa adalah bunyi
Bunyi pada
bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia.
Bunyi
bahasa/bunyi ajaran (speech sound) adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai “fon” dan di dalam
fonemik sebagai “fonem”.
Hakikat
bahasa adalah bunyi atau bahasa lisan, dapat kita saksikan sampai kini banyak
sekali bahasa di dunia ini, termasuk di Indonesia, yang hanya punya bahasa
lisan, tidak punya bahasa tulisan, karena bahasa-bahasa tersebut tidak atau
belum mengenal sistem aksara.
d.
Bahasa itu bermakna
Dari
pasal-pasal terdahulu sudah dibicarakan bahwa bahasa itu adalah sistem lambang
yang berwujud bunyi, atau bunyi ujar. Sebagai lambang tentu ada yang
dilambangkan, maka yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep,
suatu ide, atau suatu pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai
makna.
e.
Bahasa itu arbitrer
Kata
arbitrer bisa diartikan sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka.
Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib
antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian
yang dimaksud oleh lambang tersebut.
f.
Bahasa itu konvensional
Meskipun
hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan bersifat arbitrer,
tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat
konvensional. Artinya semua anggota masyarakat bahasa ini mematuhi konvensi
bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
Berbeda
dengan kata yang merupakan lambang “siap pakai”, artinya sudah ada tanpa harus
diciptakan dulu, makna istilah merupakan lambang “yang dibuat” untuk menampung
konsep yang ada tetapi belum ada lambangnya, seperti pada contoh curat dan
gasar di atas. Sebuah istilah yang dibuat, tentu dimaksudkan untuk melambangkan
suatu konsep, bisa digunakan atau tidak digunakan dalam pertuturan tergantung
dari keperluan penggunaannya, bukan dari kepatuhan atau tidak terhadap
konvensinya.
g.
Bahasa itu produktif
Kata
produktif adalah bentuk afektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah
“banyak hasilnya” atau lebih tepat “terus menerus menghasilkan”. Lalu, kalau
bahasa itu dikatakan produktif, maka maksudnya meskipun unsur-unsur bahasa itu
terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat
satuansatuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif sesuai
dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu.
Keproduktifan
bahasa memang ada batasnya. Dalam hal ini dapat dibedakan adanya dua macam
keterbatasan yaitu keterbatasan pada tingkat parole dan keterbatasan pada
tingkat langue. Katerbatasan pada tingkat parole adalah pada ketidaklaziman
atau kebelumlaziman bentuk-bentuk yang dihasilkan.
Selain itu
keproduktifan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dengan afiks-afiks
tertentu tampaknya juga dibatasi oleh ciri-ciri inheren bentuk dasarnya, yang
sejauh ini belum dikaji orang.
h.
Bahasa itu unik
Unik artinya
mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Lalu,
kalau bahasa dikatakan berifat unik, maka artinya setiap bahasa mempunyai ciri
khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa
menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat
atau sistem-sistem lainnya. Salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa
tekanan kata tidak bersifat morfemis melainkan sintaksis. Maksudnya kalau pada
kata tertentu di dalam kalimat kita berikan tekanan, maka makna kata itu tetap,
yang berubah adalah makna keseluruhan kalimat.
i.
Bahasa itu universal
Selain
bersifat unik yakni mempunyai sifat atau ciri masing-masing, bahasa juga
bersifat universa. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap
bahasa yang ada di dunia ini. Ciri-ciri yang universal ini tentunya merupakan
unsur bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau
sifat-sifat bahasa lain.
Karena
bahasa itu bersifat ujaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling umum
adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan
konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa, bukanlah persoalan keuniversalan.
j.
Bahasa itu dinamis
Bahasa
adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan
dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang
berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai
dengan bahasa. Malah dalam bermimpipun manusia menggunakan bahasa. Karena
keterikatan dan keterkaitan manusia itu dengan bahasa, sedangkan dalam
kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu
berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap,
menjadi tidak statis. Karena itulah bahasa itu disebut dinamis.
Perubahan
dalam bahasa, dapat juga bukan terjadi berupa pengembangnan dan perluasan,
melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat
bahasa yang bersangkutan. Berbagai alasan sosial dan politis menyebabkan banyak
orang meninggalkan bahasanya atau tidak lagi menggunakan bahasanya lalu
menggunakan bahasa lain. Di Indonesia, kabarnya telah banyak bahasa daerah yang
ditinggalkan para penuturnya terutama dengan alasan sosial. Jika ini terjadi
terus-menerus, maka pada suatu saat kelak banyak bahasa daerah yang hanya ada
dalam dokumentasi belaka, karena tidak ada lagi penuturnya.
k.
Bahasa itu bervariasi
Mengenai
variasi bahasa ini, ada tiga istilah yang perlu diketahui, yaitu idialek,
dialek, dan ragam.
Idialek
adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang tentu
mempunyai ciri khas bahasanya masing-masing.
Dialek
adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada
suatu tempat atau suatu waktu.
Ragam adalah
variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan atau untuk keperluan
tertentu. Untuk situasi formal digunakan ragam baku atau ragam standar, untuk
situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak baku atau ragam
nonstandar.
l.
Bahasa itu manusiawi
Kalau kita
menyimak kembali ciri-ciri bahasa, bahwa bahasa itu adalah sistem lambang bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, bersifat arbitrer, bermakna, dan
produktif, maka dapat dikatakan bahwa binatang tidak mempunyai bahasa. Bahwa
binatang dapat berkomunikasi dengan sesama jenisnya, bahkan juga dengan manusia
adalah memang suatu kenyataan.
LANGUE DAN
PAROLE
Langue Merupakan sebagai objek sosial yang murni dan dengan demikian
keberadaannya diluar individu, sebagai seperangkat konvensi-konvensi sistemik
yang berperan penting dalam berkomunikasi. Langue merupakan sistem yang otonom,
yang tidak bergantung kepada materi tanda-tanda pembentuknya.
Sedangkan paraole berkebalikan dengan langue, yaitu merupakan bagian dari bahasa yang sepenuhnya individual. Pareole dapat dipandang, pertama-tama, sebagai kombinasi yang memungkinkan subjek (penutur) sanggup menggunakan kode bahasa untuk mengungkapkan pribadinya.
Sedangkan paraole berkebalikan dengan langue, yaitu merupakan bagian dari bahasa yang sepenuhnya individual. Pareole dapat dipandang, pertama-tama, sebagai kombinasi yang memungkinkan subjek (penutur) sanggup menggunakan kode bahasa untuk mengungkapkan pribadinya.
Istilah
struktur memang seringkali dikaitkan dengan sistem. Seringkali pula dikatakan
bahwa struktur dan sistem seperti dua sisi sebuah mata uang. Maka itu, dalam
memahami strukturalisme, sistem/langue dan struktur/parole harus
dipahami benar agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan analisis yang
menggunakan teori strukturalisme. Dengan memahami struktur dan sistem serta langue
dan parole, maka dapat mengkaji dengan lebih baik gejala
adopsi unsur budaya.
Trio langage-langue-parole
digunakan Saussure untuk menegaskan objek linguistik. Fenomena bahasa
secara umum disebutnya langage, sedangkan langue dan
parole merupakan bagian dari langage. Parole adalah manifestasi
individu dengan bahasa yang mengindividukan makna; sedangkan langue adalah
langage dikurangi parole, yakni bahasa dalam proses sosial.
Saussure dalam hal ini lebih menitikberatkan studi linguistik pada langue. (Saussure,
1988:75)
Pandangan ini
juga dikuatkan oleh Robins, dalam konseptualisasi antitesis Saussure; langue
“struktur leksikal, gramatikal dan fonologis” bahasa yang tertanam dalam
pikiran atau otak penutur bahasa; langue adalah hasil kolektif masyarakat
bahasa dan digambarkan sebagai kesatuan di luar individu dan parole
“apa yang sebenarnya diucapkan" oleh penutur bahasa. (Robins, 1989: 45).
Akan tetapi
sedikit berbeda dengan konseptualisasi Saussure, Chomsky membuat distingsi
dengan membagi competence dan performance. Meski berbeda istilah namun secara
konsep sebenarnya similar. Competence "what a speaker intuitively knows
about his language" dan performance "what he does when he actually uses
his language (dalam Robins, 1989:45)." Konsep Competence-nya Chomsky tidak
jauh berbeda dengan langue-nya Sauusure begitu pula performence tidak
lain adalah parole.
Langue merupakan bahasa sebagai
objek sosial yang murni dan dengan demikian keberadaannya diluar indifidu,
sebagai seperangkat konvensi-konvensi sistemik yang berperan penting dalam
komunikasi. Langue merupakan sistem sosial yang otonom, yang tidak bergantung
kepada materi-tanda-tanda pembentuknya. Sebagai sebuah institusi sosial, langue
bukan sama sekali sebuah tindakan dan tidak bisa pula dirancang atau diciptakan
atau diubah secara pribadi, karena pada hakikatnya langue merupakan kontrak
kolektif yang sungguh-sungguh harus dipatuhi bila kita ingin berkomunikasi,
singkat kata langue adalah bahasa dalam wujudnya sebagai suatu sistem.
Disamping
sebagai sebuah institusi sosial, langue juga sekaligus merupakan sistem nilai.
Bila sebagai suatu sistem sosial, langue pada dasarnya merupakan kontrak
kolektif yang harus diterima secara menyeluruh bila kita hendak berkomunikasi.
Karena demikian, langue tersusun atas sejumlah elemen yang sekaligus ekuivalen
dari kuantitas benda-benda dan terma-terma yang berfungsi lebih luas didalam
sebuah tatanan referenssial. Dipandang dari sisi ini, sebuah tanda dapat
diumpamakan seperti keping uang logam (koin) yang bernilai sejumlah barang
tertentu-sehingga dengan demikian dapat dibelanjakan- tetapi juga memiliki
nilai dalam kaitannya dengan koin-koin yang lain.
Berkebalikan
dengan langue, pareole merupakan bagian dari bahasa yang sepenuhnya
individual. Parole dapat dipandang, pertama-tama, sebagai kombinasi yang
memungkinkan subjek (penutur) sanggup menggunakan kode bahasa untuk
mengungkapkan pikiran pribadinya. Disamping itu, ia juga dapat dipandang sebagai
mekanisme psiko-fisik yang memungkinkan subjek menampilkan kombinasi tadi.
Aspek kombinatif ini mengimplikasikan bahwa parole tersusun dari tanda-tanda
yang identik dan senantiasa berulang. Karena merupakan aktivitas kombinatif
maka parole terkait dengan penggunaan indifidu dan bukan semata-mata bentuk
kreasi. Singkatnya, parole merupakan penggunaan aktual bahasa sebagai tindakan
individu-individu.
Langue adalah cabang linguistik yang menaruh perhatian pada tanda-tanda (sign) bahasa
atau ada pula yang menyebutnya sebagai kode-kode (code) bahasa. Termasuk
dalam tanda bahasa atau kode ini adalah apa yang oleh para ahli disebut fonem,
yaitu satuan bunyi terkecil yang berfungsi untuk membedakan arti. Misalnya
dalam bahasa Arab dikenal kata “ ولد “ yang artinya berbeda dengan kata “ بلد “, karena yang diletakkan di
awal kata adalah fonem / وَ / dan bukan fonem / بَ /. Selain itu, termasuk dalam tanda bahasa juga apa yang
disebut dengan morfem, yaitu satuan bentuk bahasa terkecil yang
mempunyai makna relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang
lebih kecil.
Begitulah,
kalau langue mempunyai objek studi sistem atau tanda atau kode,
maka parole adalah living speech, yaitu bahasa yang hidup atau
bahasa sebagaimana terlihat dalam penggunaannya. Kalau langue bersifat
kolektif dan pemakaiannya “tidak disadari” oleh pengguna bahasa yang
bersangkutan, maka parole lebih memperhatikan faktor pribadi pengguna
bahasa. Kalau unit dasar langue adalah kata, maka unit dasar
parole adalah kalimat. Kalau langue bersifat sinkronik dalam arti tanda
atau kode itu dianggap baku sehingga mudah disusun sebagai suatu sistem, maka parole
boleh dianggap bersifat diakronik dalam arti sangat terikat oleh dimensi
waktu saat terjadi pembicaraan. Keterikatan dengan dimensi waktu berhubungan
pula dengan persoalan arti. Misalnya dalam pembicaraan sehari-hari, meskipun
kalimat disusun berdasarkan gramatika, tetapi arti kalimat itu sendiri timbul
karena pendengar juga melihat mimik pembicara yang tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaannya.
Umpamanya,
seperti contoh berikut. Dua orang ibu Jawa berjalan bersama, sepulang arisan.
Seorang ibu yang kebetulan letak rumahnya lebih dekat dan tiba lebih dahulu,
berkata “mari mampir”. Dalam kondisi seperti ini, ibu kedua menjawab, “terima
kasih, lain kali”. Apa yang hendak diperlihatkan di sini adalah “mari mampir”
sebenarnya tidak menyilakan singgah seperti yang diperlihatkan oleh sistem
gramatikanya, tetapi sesuai dengan pengguna bahasa tersebut, kalimat itu hanya
berarti basa-basi pergaulan saja. Makna kalimat menurut pengertian seperti yang
dicontohkan terakhir inilah yang menjadi perhatian dari parole. Berkenaan
dengan istilah langue dan parole ini, dapat dijelaskan secara
lebih sederhana, langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada
tingkat sosial budaya, sedangkan parole merupakan ekspresi bahasa pada
tingkat individu”.
Menurut
Saussure, langue bukanlah kegiatan penutur, langue merupakan
produk yang direkam individu secara pasif. Sebaliknya, parole adalah
suatu tindakan individual dari kemauan dan kecerdasannya. Langue adalah
suatu benda tertentu di dalam kumpulan heteroklit peristiwa-peristiwa langage.
Dia adalah bagian sosial dari langage, berada di luar individu, yang
secara mandiri tidak mungkin menciptakan maupun mengubahnya. Langue hanya
hadir sebagai hasil semacam kontrak di masa lalu di antara para anggota
masyarakat.
Pembagian
tersebut kemudian dengan sendirinya memunculkan sestem pertalian yang tidak
dapat terlepas lagi antara individu sebagai pihak pengujar dan bahasa sebagai
tempat bersemayamnya jutaan tanda yang siap diambil oleh individu dalam
berkomunikasi, sehingga kemudian Saussure menyebutnya dengan sistem arbitrary
bahasa (kesewenang-wenangan bahasa), yakni keadaan dimana bahasa menjadi
hakim bagi tiap-tiap individu yang akan mewajibkan kepada siapa saja yang akan
berkomunikasi untuk memilih salah satu diantaranya sebagai tanda yang
mewakili pikirannya, dan tidak ada pilihan lain selain tanda-tanda tersebut.
Kenapa demikian? Karena bahasa tersusun secara mandiri oleh kesepakatan umum,
dan tidak akan menjadi bahasa, segala sesuatu yang belum pernah tersepakati.
Tidak mungkin seseorang yang akan menyebut sesuatu yang manis, bulat, berwarna
merah, serta enak rasanya, yang oleh khalayak biasa disebut apel dengan
sebutan ipul. Begitu juga sebaliknya, tiap-tiap individu berkesempatan
bebas untuk memakai tanda-tanda yang sudah tersepakati tersebut untuk menjadi
sebuah bentuk ujaran yang akan menandai tiap-tiap impresi mentalnya ketika
sedang berkomunikasi. Andaikan saja bahawa bahasa itu sebagai sebuah kamus
raksasa dalam otak tiap-tiap individu yang didalamnya terdapat jutaan
kata-kata, siapapun bebas memilih kata apa saja, yang penting masih dalam kamus
raksasa tersebut.
Sesuatu yang
menarik adalah dapat dipahaminya tiap-tiap tanda yang ada dalam sistem
kebahasaan tersebut, siapapun orangnya akan memahami tanda-tanda yang telah
tersepakati tersebut, namun apa sebenarnya yang menjadikan tanda
tersebut dapat terpahami? Saussur mendapati bahwa tanda-tanda tersebut dapat
dipahami karena keberbedaan tiap-tiap tanda tersebut, seandainya
tanda-tanda tersebut tidak berbeda makan akan individu akan susah memahaminya.
Hal ini yang kemudian oleh Saussur disebut dengan hukum keberbedaan tanda,
dimana sistem operasi bahasa tersusun secara sistematis dan tidak centang
perenang karena keberbedaan tiap-tiap tanda yang tersususun di dalamnya.
Pertalian antara pengucap dengan bahasa yang dijadikan sebagai alat untuk
menyampaikan pesan dalam otaknya, dalam wacana Barthesian, sering di sebut
dengan ungkapan dan referent-nya. Yakni hubungan tanda-tanda yang digunakan
oleh pengucap untuk menandai sesuatu dalam impresi mental atau sesuatu itu
sendiri dalam realitanya, seperti dalam Semiologi menurut Roland Barthes,
Pustaka pelajar, juli 2000.
Pengertian Kompetensi
Kompetensi mengandung pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu (Rustyah, 1982). Kompetensi
dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula
dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui
pendidikan latihan (Herry, 1998). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan
(kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.
Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa (2004: 38) bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas - tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
Sedangkan menurut Broke dan Stone (Uzer Usman, 2007:14) kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.
Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1 (10), “Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan”.
Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa (2004: 38) bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas - tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
Sedangkan menurut Broke dan Stone (Uzer Usman, 2007:14) kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.
Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1 (10), “Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan”.
Pengertian performansi
Performansi
adalah cacatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu
atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. (Bernandin & Russell).
Sedangkan yang dimaksud dengan penilaian performansi adalah suatu cara mengukur
kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada
organisasinya. (Kae E. Chung & Leon C. Megginson).
Tujuan dari
penilaian performansi terbagi atas dua macam, yakni :
- Untuk me-reward performansi sebelumnya, dan
- Untuk memotivasikan perbaikan performansi pada yang waktu yang akan datang.
Ada 2 syarat utama yang diperlukan untuk melakukan penilaian performansi
yang efektif, yaitu:
- Adanya kriteria performansi yang dapat diukur secara objektif,
- Adanya objektifitas dalam proses evaluasi.
Struktur Dalam dan Struktur Luar
- Struktur Dalam
Struktur Dalam
merupakan struktur yang dianggap mendasari kalimat dan mengandung semua
informasi yang diperlukan untuk interpretasi sintaksis dan semantiknya.
· Struktur Luar
Struktur
luar adalah struktur yang tampak dalam tuturan nyata yang menggambarkan urutan
bunyi, kata, frasa, kalimat.
Keterkaitan dikotominya
Struktur
Dalam dan Struktur Luar ditinjau dari dikotomi adalah struktur dalam merupakan
dasar pembentukan kalimat yang berisi segala aspek informasi sedang kan
struktur luarlah yang merelasiasikannya berupa bunyi,frasa dan kalimat.
LINGUISTIK & SUBDISIPLINNYA
1.
Linguistik Dilihat dari Pembidangnya
ü . Linguistik
Umum
Linguistik
umum merumuskan bahasa manusia yang bersifat alamiah dengan memberikan gambaran
secara umum tentang bahasa sehingga menghasilkan teori bahasa secara umum.
ü . Linguistik
Terapan
Linguistik
terapan merupakan ilmu yang berusaha menerapkan hasil penelitian dalam bidang
linguistik untuk keperluan praktis, alat pemecah permasalahan yang berkaitan
dengan kebahasaan. Misalnya, linguistik diterapkan untuk penyusunan kamus,
pengajaran bahasa, dan pembinaan bahasa.
2.
Linguistik Dilihat dari Sifat Telaahnya
ü Linguistik Mikro
Linguistik
mikro memiliki sifat yang lebih sempit. Bahasa dipandang sebagai bahasa karena
lebih mengacu pada struktur internalnya. Misalnya fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Melihat bahasa sebagai bahasa itu sendiri.
ü Linguistik Makro
Linguistik
makro memiliki sifat yang lebih luas daripada linguistik mikro. Kajiannya
mengacu pada struktur eksternal bahasa. Bahasa digunakan untuk melihat bahasa
dengan sudut pandang dari luar atau faktor-faktor dari luar kebahasaan.
Misalnya, sosiolinguistik, antropolinguistik, psikolinguistik, dan
neurolinguistik. (Melihat bahasa pada bidang lain).
3.
Linguistik Dilihat dari Pendekatan Objeknya
ü . Linguistik
Deskriptif
Linguistik
deskriptif melihat dan menggambarkan bahasa dengan apa adanya. Hanya satu
bahasa, misalnya bahasa Banjar.
ü Linguistik
Historis Komparatif
Linguistik historis
komparatif membandingkan dua bahasa atau lebih pada periode waktu yang berbeda.
Kajian ini dilakukan untuk menemukan titik persamaan dan perbedaan sehingga
dapat menentukan kekerabatan bahasa. Misalnya, penelitian terhadap bahasa Atinggola, dan Suwawa pada tahun 1960 dan
1990. (Membandingkan dua bahasa pada dua zaman).
ü Linguistik
Kontrastif
Linguistik
kontrastif membandingkan bahasa-bahasa pada periode tertentu. Pada umumnya,
linguistik kontrastif dilakukan untuk menemukan persamaan dan perbedaan bahasa,
baik pada tingkat fonologis, morfologis, maupun sintaksis. Misalnya, penelitian
terhadap bahasa Jawa, Madura, dan Sunda pada zaman kerajaan Majapahit.
(Membandingkan dua bahasa pada satu zaman).
ü Linguistik Sinkronis
Linguistik
sinkronis menyelidiki bahasa pada waktu tertentu. Linguistik sinkronis tidak
membandingkan bahasa dengan bahasa yang lain, dan juga tidak membandingkan
periode waktunya dengan periode waktu yang lain. Sifatnya horizontal, mendatar.
Misalnya, penelitian terhadap bahasa Gorontalo pada masa pendudukan Jepang.
ü . Linguistik
Diakronis
Linguistik
diakronis menyelidiki perkembangan bahasa dari masa ke masa. Sifatnya vertikal.
Misalnya, penelitian terhadap bahasa Gorontalo sejak mula adanya sampai
sekarang.
4.
Linguistik Dilihat dari Tautannya dengan Ilmu Lainnya
ü . Psikologi
Psikologi dapat
digunakan dalam ilmu kebahasaan untuk menganalisis pemerolehan bahasa yang
diakibatkan oleh gangguan psikologis seseorang. Kombinasi psikologi dengan ilmu
kebahasaan melahirkan psikolinguistik. Psikolinguistik menjadikan bahasa
sebagai objeknya. Proses pemahaman, perkembangan pemerolehan, dan perubahan
bahasa akibat latar belakang psikis itulah yang dianalisis psikolinguistik.
ü Sosiologi
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari sosial
kemasyarakatan tertentu. Sosiologi dapat dimanfaatkan dalam ilmu kebahasaan
sehingga lahirlah sosiolinguistik. Sosiolinguistik mempelajari hubungan antara
aspek sosial dengan kegiatan berbahasa. Sosiolinguistik dapat digunakan untuk
perencanaan bahasa maupun untuk penyelesaian konflik bahasa di daerah-daerah
tertentu.
ü Antropologi
Pemanfaatan
antropologi dalam ilmu kebahasaan melahirkan antropolinguistik atau
etnolinguistik. Antropolinguistik mempelajari hubungan antara bahasa,
penggunaan bahasa, dan kebudayaan pada umumnya.
5.
Linguistik Dilihat dari Penerapannya
ü .
Dialektologi
Dialektologi
mempelajari serta membanding-bandingkan bahasa-bahasa yang serumpun untuk
mencari persamaan dan perbedaannya. Dialektologi disebut pula variasi bahasa
berdasarkan geografi.
ü Leksikologi
Leksikologi adalah
ilmu yang berkaitan dengan kosakata. Leksikologi digunakan untuk mempelajari
munculnya kata pada suatu bahasa, perubahan makna akibat perubahan daerah
pemakaian dan masa pemakaian, serta pemakaian kata-kata dalam kehidupan
sehari-hari.
ü Leksikostatistik
Leksikostatistik adalah ilmu yang mempelajari
umur kata sejak mula adanya dengan menggunakan rumus-rumus statistik.
Leksikostatistik dapat dimanfaatkan untuk menentukan bahasa induk atau bahasa
proto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar